Wednesday, December 31, 2008

Thursday, December 18, 2008

Friday, November 14, 2008

Sunday, November 09, 2008

Tuesday, September 23, 2008

Monday, September 15, 2008

Wednesday, May 14, 2008

Kreativitas Tanpa Batas

Rumah Baca Anak Kuartet

Majalah Percikan Iman, Edisi Bulan MEI 2008


Bukan hanya sekedar kegiatan membaca. Rumah baca yang berlokasi di Cibubur-Jakarta Timur ini juga memfasilitasi para pengunjungnya untuk bisa berkarya dan terus mencari sesuatu yang baru.


Di sebuah ruangan penuh koleksi pustaka, nampak sekelompok anak-anak kampung tengah berkumpul. Disana, anak-anak tidak sedang bermain Play Station (PS). Mereka, yang sebagian besar pelajar itu serius membaca buku. Lainnya, ada juga yang telaten merangkai temali untuk membuat gelang, menggambar tokoh kartun idolanya dengan crayon dan riang bersama dengan mainan edukasinya.

Memang, setiap minggu sore, suasana Rumah Baca Kuartet agak berbeda dari seperti biasanya. Kalau di hari libur, tempat asri ini penuh dengan gerombolan pelajar. Maka tak ayal, rumah baca yang mempunyai koleksi buku sekitar 2.500 judul sumbangan dari 7 penerbit terkemuka ini menjadi sarana favorit mereka untuk menghabiskan waktunya di akhir pekan.

Ya, Kuartet adalah sebuah rumah baca alternatif yang menyediakan berbagai bahan bacaan yang cukup beragam. Mulai dari buku-buku pengetahuan, komik, novel sampai terbitan berkala sesak memenuhi rak-rak yang ada di ruangan seluas 16 m2 itu. Semua pengunjung bebas memanfaatkan semua koleksi yang ada tanpa harus dipungut biaya sepersen pun. Karena konsepnya memang nonkomersil. Gratis membaca dan bebas memilih buku yang disukainya.

Uniknya, di Rumah Baca Kuartet tidak ada penjaga tetap yang mengawasi sirkulasi peminjaman buku. Soalnya, di sini semua pengunjung adalah penjaga. Mereka yang kerap mampir, sebelumnya ditanamkan rasa memiliki. Jadinya, rasa tanggung jawab untuk merawat buku-buku koleksi yang ada sudah terpatri dalam diri masing-masing pemakai.

Namun demikian, ada beberapa anak yang diberikan tugas khusus untuk memantau kondisi buku-buku agar tetap terawat. Disini, mereka kita beri gelar sebagai ’Pustakawan Cilik’. Tugasnya sederhana, laiknya tugas pustakawan sungguhan di sebuah perpustakaan. Mulai dari pencatatan, pencapan, pelabelan sampai penjajaran di rak dilakoninya dengan antusias dan kesungguhan.

Selain buku-buku, di Rumah Baca Kuartet disediakan juga mainan-mainan tradisional dan edukasi yang bermanfaat. Seperti congklak, catur, halma, bola bekel, puzzle dan permainan unik lainnya dari Jepang. Mainan-mainan itu secara tidak langsung dapat menjadi pemicu untuk daya tarik agar anak-anak lebih betah berada di rumah baca.


Tentang Misi Kuartet

Mulanya, Rumah Baca yang berlokasi di Jl. Taruna Jaya, Gg.Karya Bakti ini terwujud dari minat dan kecintaan para pendirinya dengan dunia literasi. Minimnya minat baca dan mahalnya harga buku-buku bacaan melatari untuk menyegerakan dibuatnya sarana yang bisa mengatasi semua itu. Diberi nama Kuartet, sebab Edi Dimyati, Gunawan, Sigit dan kawan-kawan lain yang membantunya mempunyai 4 misi yang sama. Pertama, Kuartet ingin dijadikan wadah interaksi tempat bertemunya para pencinta buku.

Kedua, Kurtet dijadikan pusat informasi bagi mereka yang membutuhkan. Para pengunjung atau anak-anak yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolahnya, rumah baca bisa dijadikan tempat untuk bertanya.

Ketiga, Kuartet dijadikan tempat untuk menumpahkan segala kreatifitas dalam bentuk karya apapun Di sini, nantinya bakat anak-anak akan ditemukan dengan sendirinya. Intinya, bebas berkarya tanpa batas.

Keempat, Kuartet juga dijadikan tempat rekreasi yang mendidik. Tidak hanya belajar serius, anak-anak juga pastinya membutuhkan hiburan menyenangkan penuh canda. Setiap akhir bulan di malam minggu, rumah baca menggelar nonton bareng. Film-film yang diputar tentu saja pilihan. Temanya lebih banyak pendidikan dan komedi khas anak-anak serta film dokumenter. Selain itu, game-game kelompok serta acara sulap menjadi hiburan asik lainnya yang mendorong pengunjung untuk sering datang.

Keempat misi itu setidaknya bisa meng-cover mutu pendidikan di Indonesia yang secara umum sangat rendah. Karena kurikulum yang selama ini berlaku di sekolah dirasakan belum bisa mengarahkan dan mendidik anak menjadi siswa yang kreatif dan mandiri. Metode pengajaran terlalu teoritis dan kurang bersahabat dengan ilmu pengetahuan.

Dilirik Media Elektronik

Dalam perjalananya, masyarakat setempat sudah banyak merasakan dampak yang telah diberikan oleh rumah baca Kuartet. Anak-anak menjadi lebih percaya diri, lebih berani tampil dan lebih kreatif.

Dari sana pula, lahir sekelompok anak yang menamakan dirinya Grup orkes ’Roma Merana’. Setiap manggung di acara 17 agustusan, grup asuhan kang Edi ini sering memparodikan raja dangdut Rhoma Irama dan Soneta-nya. Kocak, lucu dan menggemaskan. Pasalnya, para pemainnya beranggotakan anak pelajar Sekolah Dasar yang memang berani tampil malu. Dengan modal tekad itu pula, grup parodi ini pernah diundang untuk pentas di Depdiknas dalam acara WORLD BOOK DAY tahun lalu. Sebuah prestasi yang membanggakan bagi anak-anak kampung di sana.

Karena itu, berbagai komponen yang merasa peduli menjadi interest dengan kreatifitas komunitas Kuartet. Pihak yang terlibat itu –baik dari pemerintah, swasta maupun pribadi-- itu akhirnya memberikan bantuan berupa buku dan bantuan dana yang cukup untuk melangsungkan semua kegiatannya selama ini. Ya, tanpa bantuan para donatur, rumah baca yang bersifat nonprofit ini mungkin tak akan pernah ada.

Itu pula yang menjadi keinginan media elektronik untuk mengabadikan segala aktivitas profil Kuartet. Selama ini, sudah ada dua stasiun televisi yang sudah meliput. Diantaranya Global TV dan DAAI TV.

Dari segudang kegiatan yang dilangsungkan di rumah baca, sepertinya belum lengkap kalau tidak melihat dunia luar. Makanya, sudah menu wajib mengajak adik-adik Rumah Baca untuk pergi mengunjungi tempat-tempat edukasi seperti museum dan lokasi-lokasi bersejarah lainnya.

Memang, perjalanan masih panjang. Masih banyak yang perlu kita ketahui lagi dari kekayaan pengetahuan di dunia ini. Seiring dengan rasa keinginantahuan anak-anak yang semakin tinggi. Bertanya dan mencari tahu sesuatu yang aneh di sekitarnya.

Rumah Baca Kuartet mungkin bisa dijadikan salah satu tempat untuk sarana percontohan yang mesti ditiru keberadaanya. Membentuk komunitas baca kecil-kecilan di lingkungan dan memberikan ruang buat anak-anak yang mau berkreatifitas tanpa batas. (*)

(foto-foto: bowo & dokumentasi kuartet)

Tuesday, April 29, 2008

Taman Bacaan Kurang Optimal; Anggaran Rp 41 Miliar dalam APBN Dipotong Separuhnya

Jakarta, Kompas - Taman bacaan masyarakat yang ada selama ini masih kurang optimal dikembangkan. Belakangan, anggaran pengembangan taman bacaan masyarakat juga terpangkas seiring dengan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2008.

Padahal, taman bacaan masyarakat berpotensi memberdayakan komunitas. Berawal dari upaya memperkenalkan bacaan ke masyarakat sekitarnya, taman bacaan dapat berkembang menjadi wadah aktivitas di komunitas.

Seperti diwartakan sebelumnya, penyediaan bantuan pengembangan perpustakaan dan minat baca di daerah yang semula dianggarkan sekitar Rp 41 miliar kini terpotong separuhnya. Dana tersebut untuk bantuan rintisan dan penguatan taman bacaan masyarakat di 33 provinsi dengan target awal sekitar 2.250 lembaga. Adapun anggaran pengadaan sebanyak 143 taman bacaan masyarakat layanan khusus bersifat mobile atau bergerak tidak jadi dilaksanakan lantaran anggarannya sebesar Rp 46 miliar terpangkas seluruhnya.

Hari Buku Dunia

Dalam peringatan World Book Day atau Hari Buku Dunia 2008 yang dibuka pada Rabu (23/4), sejumlah taman bacaan masyarakat ikut ambil bagian dalam memperkenalkan arti penting membaca dan kehadiran taman bacaan masyarakat. Perayaan Hari Buku Dunia berpusat di Museum Bank Mandiri, Kota, Jakarta, dan akan berlangsung pada 23-27 April 2008.

Pendiri taman bacaan masyarakat Arjasari yang berlokasi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Agus Munawar, mengatakan, kendala pendanaan menjadi persoalan umum bagi taman bacaan masyarakat. Pendiri taman bacaan umumnya membangun taman bacaan masyarakat dengan dana swadaya. ”Kami biasanya berburu ke tempat penjualan buku murah atau ke penerbit,” ujarnya.

Menurut Agus, minat baca masyarakat sebetulnya tinggi. Hanya saja, tidak semua orang sanggup membeli buku yang saat ini harganya masih terbilang mahal.

Hal senada diungkapkan pendiri taman bacaan Mutiara Ilmu, Kabupaten Bekasi, Soimah. Untuk mengelola taman bacaannya, dia mengeluarkan dana pribadi. ”Saya tidak menyesal mengeluarkan dana sendiri, yang penting taman bacaannya berjalan,” ujarnya.

Edi Dimyati, salah satu pendiri taman bacaan Kuartet Cibubur, Jakarta Timur, mengatakan, taman bacaannya tidak sekadar menjadi tempat membaca. Setiap akhir pekan diselenggarakan kegiatan yang bersifat edukatif, seperti permainan, menggambar, menonton film edukatif, dan berkunjung ke museum. (INE) - 24 April 2008

Sunday, April 06, 2008

Wednesday, March 19, 2008

Gambar untuk Penawaran Kaos


Yang Mau Bisa Pesen ke:
Edi Dimyati
081319860980 / 021-70198234