Wednesday, November 14, 2007

Belajar Mengelola Perpustakaan


Belajar mengelola sebuah perpustakaan, itulah yang dilakukan anak-anak di lingkungan Gang Karya Bakti, Jakarta Timur. Mereka mendirikan sebuah perpustakaan sederhana atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama taman bacaan. Para pustakawan itu umumnya masih duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Rumah Baca Kuartet (RBK), begitulah nama perpustakaan tersebut. Bertempat di sebuah halaman rumah milik Keluarga Edi Dimyati, sang pendiri. Lokasinya berada di Jalan Taruna Jaya, RT 002 RW 05 , Kelurahan Cibubur. Setiap hari sekitar 10-20 pengunjung datang membaca ratusan buku atau majalah. Koleksi yang tersedia umumnya adalah buku ilmu pengetahuan, majalah, komik, dan sebagainya.

Ahmad Saiku, seorang pustakawan cilik yang sejak dua tahun lalu ikut menjadi pengurus RBK menuturkan, ia bersama beberapa temannya menjaga perpustakaan sepulang sekolah. Kegiatan rutinnya menjaga kebersihan ruang baca. Tugas para pengurus juga membantu mencatat judul buku yang dipinjam oleh anggota.

"Setiap buku yang ingin dibawa pulang harus dicatat. Kalau tidak mengembalikan, pengurus akan mengambilnya ke rumah," kata Ahmad yang juga siswa kelas V SD 13 Petang Cibubur itu.
Jangka waktu pinjaman maksimal tiga hari. Hanya dibatasi 4 buah buku saja bila ingin dibaca di rumah. Tak sepeser pun dana yang dikeluarkan alias gratis, bila ingin meminjam. Ahmad menuturkan, bahwa perpustakaan buka setiap hari dari pukul 09.00 WIB sampai malam hari.
Menurutnya, menjadi anggota perpustakaan sangat penting bagi pelajar. "Dengan banyak membaca kita dapat ilmu.Apalagi di perpustakaan banyak pengetahuan yang tidak didapat dari guru di sekolah," ujar Ahmad.

Ia menambahkan, dengan aktif di taman bacaan bisa mendapat banyak teman dan menjadi lebih gaul. Hal senada juga diakui Lukman Hadiwijaya (14), seorang pengurus RBK yang lain. Lukman mengatakan, umumnya RBK ramai pada hari Sabtu dan Minggu. "Kalau malam minggu bisa tutup sampai jam sembilan malam," kata siswa kelas 2 SMP 233, Cibubur ,Jakarta Timur itu.

Banyak aktivitas yang dilakukan pengurus bersama para anggota. "Pada malam minggu sering diadakan nonton film bersama. Setelah selesai, dijadikan bahan diskusi," ungkapnya.
Perpustakaan yang didirikan 6 Agustus 2005 itu, juga aktif melakukan kegiatan kreatif. Acaranya dipusatkan pada setiap akhir pekan dan masa liburan. "Ada latihan teater, les gitar dan menyanyi," ungkap Ahmad.

Selain itu, lanjutnya, pada waktu liburan sekolah ada program jalan-jalan ke tempat wisata. Beberapa lokasi yang pernah dikunjungi adalah Taman Mini Indonesia Indah, Kebun Binatang Ragunan dan sejumlah museum di Jakarta.
Di Bandung Lain halnya yang dilakukan oleh pengurus Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Arjasari, Bandung. Mereka punya program yang tergolong inovatif. Sistem pengelolaannya sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat relawan. Bedanya para pengurusnya adalah orang dewasa. Namun pengunjungnya sebagian besar adalah anak-anak.

Andi Mangku Puspita (40) misalnya, ia berprofesi sebagai pengusaha pemotongan ayam. Namun di sela-sela waktunya, dia aktif menjadi pengurus TBM- Arjasari yang berlokasi di Perumahan Kota Baru Arjasari Blok A 21, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Andi sepulang bekerja ia mengabdikan diri di taman bacaan. "Datang jam sepuluh pagi hingga sore hari," ujarnya, sambil menambahkan bahwa dirinya mencari nafkah pada malam hari.

Dalam menggalang minat baca pada masyarakat, Perpustakaan Arjasari punya kiat yang seru. "Kita keliling kampung menggelar acara topeng monyet," ungkap Andy, yang bertugas di bidang kreativitas. Menurutnya, atraksi topeng monyet dilakukan untuk mendatangkan massa. Setelah itu, digelar buku-buku bacaan di sekitar lokasi permainan. Tujuannya agar masyarakat yang menonton tertarik untuk membaca. "Di sela- sela acara disisipkan pesan untuk peduli pada budaya membaca," kata Andy, bapak beranak satu itu.

Seperti perpustakan di tengah pemukiman warga pada umumnya, waktu buka juga dilakukan setiap hari. Hari Sabtu dan Minggu serta hari libur adalah saat yang ramai. Pengunjung yang hadir bisa mencapai 200 orang.

"Tidak hanya anak-anak dan remaja yang datang, tapi juga para orang tua. Umumnya ibu-ibu membaca majalah wanita dan buku resep makanan, " ungkap Andy.

Karena sistem pengelolaan yang melibatkan masyarakat, TBM-Arjasari pernah menggondol Juara Pertama Lomba Perpustakaan Masyarakat Tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2006. Uniknya lagi, perpustakaan tersebut mempunyai jam buka yang tidak terbatas. "Selama 24 jam kami selalu terbuka dan siap melayani. Banyak bapak-bapak suka datang untuk membaca buku pada malam hari," tambahnya. [Bambang Parlupi]

Sumber: SUARA PEMBARUAN

Thursday, November 08, 2007

Baca Buku atau Browsing?

Di tengah-tengah kesibukannya bekerja sebagai programmer televisi berlangganan, Sandar Muchlis, 24 tahun, juga disibukkan dengan tesisnya. Setiap hari, ia terbiasa mencari bahan tugas kuliah dan tesis di internet. Meski lebih banyak menggunakannya untuk chatting (mengobrol) di layanan pesan singkat, namun sejak SMA Sandar sudah menyadari manfaat internet sebagai sumber informasi.
"Browsing di internet lebih gampang karena google mencari apa yang saya mau. Memang tidak mendalam. Makanya saya lengkapi dengan membaca buku-buku teks," kata Sandar yang juga mahasiswa pascasarjana Universitas Bina Nusantara jurusan strategic marketing.

Manfaat internet sebagai alternatif sumber informasi sangat dipahami Emi Agustia, 24 tahun, mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia jurursan Manajemen Komunikasi. Setiap membuat tugas, Emi selalu memanfaatkan internet untuk mencari bahan-bahan. "Di internet lebih up date, apalagi tentang kasus-kasus, lebih mudah cari di sana," ujar perempuan berjilbab ini.
Emi juga mengaku perpustakaan di kampusnya cukup lengkap, utamanya buku-buku teks. Hanya saja, hanay buku tertentu yang bisa dipinjam. Untuk buku terbaru, biasanya hanya bisa dibaca di perpustakaan. "Padahal kan butuh waktu untuk membacanya, apalagi kalau masih dalam Bahasa Inggris. Biar gampang, lihat saja judul dan daftar isinya, nanti dilengkapi di internet," papar Emi.

Menurut Gunawan, 28 tahun, pustakawan di Alliance Geotech, tak semua mahasiswa yang datang ke perpustakaan bertujuan membaca atau mencari bahan tugas. Sebelum di tempat sekarang, Gunawan pernah bekerja di perpustakaan Universitas Paramadina. "Karena ada beberapa komputer yang sudah online, mahasiswa datang ke perpustakaan untuk browsing atau nge-print tugas," katanya.

Umumnya, lanjut Gunawan, kebiasaan meminjam buku teks ditentukan oleh jurusan mahasiswa yang bersangkutan. Semakin banyak bersentuhan dengan teori, semakin aktif mahasiswanya meminjam buku. Sebagai contoh, mahasiswa jurusan filsafat lebih aktif membaca dan meminjam buku dibanding mahasiswa jurusan komunikasi.

Menurut pengamatan Jumala, 24 tahun, pustakawan Joseph Wibowo Center (JWC) Universitas
Bina Nusantara, mahasiswa S1 lebih senang membaca majalah daripada buku teks. Sedang mahasiswa S2 seringnya mengerjakan tesis, tugas, ataupun baca buku teks.

Fasilitas yang ada di JWC sebenarnya cukup nyaman, ruangannya berukuran 22x13 meter, dilengkapi sofa yang empuk, penyejuk ruangan, dan pemandangan ke arah pusat perbelanjaan. "Jumlah mahasiswa yang datang ke perpustakaan termasuk banyak. Tapi yang menimjam buku paling hanya separuhnya," ujar Jumala yang akrab disapa Lala.

Gunawan mengatakan, seharusnya bahan di buku teks dan internet bisa saling melengkapi. "Tergantung mahasiswanya melek informasi atau tidak. Mereka bisa saja mencari judul-judul buku di internet, tapi karena tak bisa ditampilkan, ya carilah diperpustakaan. Begitu juga sebaliknya." (Ika Karlina Idris)
Sumber: Jurnal Nasional/Rabu, 07 Nov 2007

Thursday, November 01, 2007

Keberaksaraan: Pustakawan Bukan Sekadar Penjaga Buku

Jakarta, kompas - Perpustakaan telah berkembang konsepnya tak lagi sekadar merupakan rak dengan jajaran buku, melainkan sebagai resources center atau sumber daya informasi. Karena itu, tenaga pustakawan juga harus semakin kompeten, bukan sekadar penjaga buku. Fuad Gani, Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), mengatakan, Senin (22/10) di Jakarta, seiring dengan disahkannya undang-undang tentang perpustakaan baru-baru ini yang bertujuan untuk mengembangkan perpustakaan, pustakawan semakin dibutuhkan, terutama untuk perpustakaan publik dan sekolah.

Untuk mengembangkan kemampuan masyarakat maupun pustakawan dalam mengembangkan perpustakaan sebagai sumber daya informasi, departemen ini memiliki center for information studies. Lembaga ini merupakan bagian dari unit ventura untuk jasa pelayanan masyarakat. Pihak UI sering bekerja sama dengan berbagai lembaga lain untuk memberikan pelayanan pelatihan perpustakaan kepada masyarakat.

Dalam perkembangan dewasa ini, para pustakawan pun dibutuhkan keluarga-keluarga. Tumbuhnya minat pribadi atau keluarga menghadirkan perpustakaan di rumah membuka peluang bagi para pustakawan ini untuk melayani dan mengedukasi masyarakat guna memanfaatkan perpustakaan yang sederhana.

"Mereka yang punya perpustakaan di rumah terkadang tidak mengerti bagaimana mengelola perpustakaan yang bisa memudahkan mereka untuk memanfaatkan koleksi yang ada. Pemilik ada yang merasa butuh bantuan ahli sehingga buku-buku bisa mudah dicari saat dibutuhkan," ujar Edi Dimyati, pustakawan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta yang sering diminta mengelola perpustakaan keluarga. Gunawan, pustakawan lainnya, mengatakan, pengelolaan perpustakaan di rumah biasanya dilakukan dengan sederhana. Koleksi buku yang ada dikategorikan sesuai subyeknya. (ELN/INE)
Sumber: Kompas/Kamis, 25 Oktober 2007